Laman

05 Desember 2007

KOMUNIKASI SAMBUNG RASA DALAM SEKOLAH

Stefan Sikone

Pendidikan bagi manusia sejak zaman bahuela sampai sekarang dan bahkan sampai kapan pun akan tetap merupakan sebuah persoalan yang menarik dan aktual bagi setiap masyarakat, bangsa, dan negara. Yang berbeda hanyalah cara yang digunakan oleh masyarakat tersebut untuk mencapai tujuan pendidikan.
“Pada mulanya, yaitu sebelum ada pendidikan melalui sekolah seperti sekarang, maka pendidikan dijalankan secara spontan dan langsung di dalam kehidupan seharai-hari. Anak-anak petani langsung mempelajari pertanian dengan langsung bekerja di sawah, atau anak-anak nelayan langsung mempelajari tentang kelautan dan perikanan dengan langsung mengikuti oran dewasa menangkap ikan. Selagi mempelajari pekerjaan yang dilakukan, mereka sekaligus juga belajar tentang nilai-nilai dan norma-norma yang berhubungan dengan pekerjaannnya. Maka pendidikan pada waktu itu merupajan sesuatu yang konkret, dan tidak direncanakan tetapi langsung berhubungan dengan keperluan hidup mereka. Sedangkan pada masa sekarang ini sekolah dibutuhkan karena masyarakat modern dengan kebudayaan dan peradaban yang telah maju menawarkan demikian banyak kepandaian dengan kerumitan dan kompleksitas yang tinggi sehingga tidak mungkin lagi mempelajari kepandaian yang diperlukan hanya sambil lalu dalam praktek sehari-hari. (Bdk Basis, No. 03-04, Tahun 45, Mei-Juni, 1996).
Pendidikan berhubungan erat denga manusia. Menurut N. Driyarkara, seorang filsuf kenamaan Indonesia, “manusia dan pendidikn merupakan dua sisi dari suatu kehidupan. Idealnya melalui pendidikan seseorang rapat dimanusiakan menjadi manusia yang berkualitas, berkepribadian matang, dewasa, mandiri, dan menghayati dirinya sebagai makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial.
Dari satu aspek, setiap bentuk pendidikan seperti halnya pendidikan informal, pendidikan nonformal, atau pendidikan formal seharusnya terarah pada tujuan pendidikan menciptakan suatu komunikasi sambung rasa dalam masyarakat. Dalam proses pendidikan hal ini sudah harus mulai diciptakan bagi para pelaku pendidikan itu sendiri. Yang dimaksudkan di sini adalah orang tua, guru, siswa dan masyarakat pada umumnya. Sekolah dalam hal ini bertugas untuk menciptakan perimbangan yang harmonis antara berbagai unsur dalam lingkungan sosial dan mengusahakan agar seorang peserta didik dapat keluar dari keterbatasan lingkungan sosialnya. Para guru sebagai coordinator, fasilitator di sekolah tentu dituntut untuk berperan lebih menciptakan suatu kondisi yang kondusif demi tercapainya tujuan ini.
Akan tetapi kenyataan pada akhir-akhir ini justru berbicara lain. Komunikasi sambung rasa sebagai tujuan pendidikan kelihatannya hanya merupakan sebuah ungkapan untuk berbasa-basi dan juga merupakan harapan yang sia-sia.
Padahal komunikasi sambung rasa atau komunkasi dari hati ke hati sejak dahulu telah menjadi budaya bangsa kita. Biang keladi pergeseran salah satu nila yang paling penting ini biasanya ditimpakan pada perubahan social yang diakibatkan oleh pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Memang demikain, karena selain banyak hal positif yang dibawa oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, ada juga hal-hal negatif yang tidak dapat dihindari seperti adanya pergeseran nilai tersebut.
Yang menarik adalah bahwa orang tetap menyadari bahwa komunikasi sambung rasa yang sudah membudaya kini mulai terkikis. Dan karnea itulah pemerintah dan semua pihak yang memiliki perhatian akan pentingnya pendidikan, terus menyerukan agar pendidikan masa sekarang harus tetap diarahkan pada tujuan: terciptanya komunikasi yang manusiawi (human communication) didalam masyarakat pada umumnya.
Komunikasi sambung rasa juga sebaiknya dijadikan sebagai metode atau pendekatan (approach) dalam proses belajar mengajar disekolah. Pertimbangannya dalah bahwasanannya dalam pendekatan ini para peserta didiktidak dijadikan sebagai bank bangiguru untukmenabung (saing) semua pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya tetapi sebaliknya para peserta didik dijadikan sebagai subyek atau pribadi yang bebas untuk mengungkapkan diri dan gagasannya ditengah peserta yang lainnya. Sementara itu juga bahwa guru tidak dianggap sebagai pengajar dan murid sebagai obyek yang diajar tetapi guru merupakan fasilitator proses belajar mengajar. Kedua, dalam konteks budaya komunikasi sambung rasa ini merupakan budaya kita dan hal ini telah mengakar dalam hati nurani bangsa kita. Setiap persoalan hidup yang rumit sekalipun biasanya bila diselesaikan dengn komunikasi dari hati ke hati maka semuanya akan dapat diselesaikan. Semua pihak yang terlibatpun akan merasa nyaman dengan metode penyelesaian tersebut.
Ketiga, bangsa kita terdiri dari berbagai latar belakang, social, religius, suku dan sebagainya, maka bukan tidak mungkin di dalam salah satu sekolah para siswanya berasal dari latar yang berbeda-beda ini, dan bila guru di sekolah menerapkan pendekatan komunikasi sambung rasa ini maka para muri akan lebih mudah didekati dan dipersatukan dalam poses belajar mengajar. Tugas para gurupun dengan demikian tidak terlalu sulit karena mereka hanya bertugas untuk membangkitkan kenangan para murid akan nilai-nilai yang sudah tertanam di dalam hatinya. Keempat, dampak lain secara tidak langsung yang dapat dipetik yakni bahwa dengandemikian para siswa benar-benar merasa dipercayadan percaya pada diri sendiri, tidak bergantung pada orang lain, tidak minder, dan berani dalam pergaulan di masyarakat sambil tidak melupakan aspek-aspek relasi manusia (human relation). Para murid pun disadarkan akan kenyataan social di sekitarnya seperti kemiskinan, kemelaratan, pengrusakan lingkungan, pengangguran dan lain-lain. Halmana pada gilirannyadiharapkan agar merekapun tergerak hati untuk terlibat menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut.
Sebagai akhir dari tulisan ini mau ditekankan sekali lagi bahwa ideal pendidikan dalam sekolah pada jaman sekarang dengan berbagai tawarannya yang sangat kompleks hanya akan tercapai bila para penggerak pendidikan tetap konsisten dengan tujuan dan macam-macam metode atau pendekatan yang bertujuan untuk menciptakan suatu komunikasi sambung rasa dalam masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar