Laman

10 Juni 2010

SEKILAS TENTANG GURU PROFESIONAL

Stefan Sikone


Tuntutan terhadap lulusan dan layanan lembaga pendidikan yang bermutu semakin mendesak karena semakin ketatnya persaingan dalam lapangan kerja. Mengantisipasi perubahan-perubahan yang begitu cepat serta tantangan yang semakin besar dan kompleks, lembaga pendidikan mengupayakan segala cara untuk meningkatkan daya saing lulusan serta produk-produk akademik melalui peningkatan mutu pendidikan.
Guru menjadi salah satu faktor yang menentukan dalam konteks meningkatkan mutu pendidikan dan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas karena guru adalah garda terdepan yang berhadapan langsung dan berinteraksi dengan siswa dalam proses belajar mengajar.
Tidak dapat dipungkiri bahwa tujuan sertifikasi guru yang sudah dilaksanakan di tanah air sangat bagus yakni untuk menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional, meningkatkan proses dan hasil pembelajaran, meningkatkan kesejahteraan guru, dan meningkatkan martabat guru dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
Syukurlah bahwa dalam kurun waktu beberapa tahun sejak proses sertifikasi hingga sekarang sudah ada banyak guru yang mendapatkan sertifikat professional. Dengan demikian sesuai dengan aturan yang berlaku maka para guru tersebut tidak dapat disangkal lagi sebagai guru professional. Profesional dalam arti sudah memenuhi kelayakan sebagai guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik. Dari segi kesejahteraan para guru yang sudah dikatakan professional tersebut juga sudah layak untuk mendapatkan tunjangan dari pemerintah. Soal ini pun sudah dipenuhi oleh pemerintah. Dalam arti ini pemerintah komitmen dengan peratruan yang telah dibuatnya. Di sisi lain martabat guru terangkat. Guru yang dulunya dikatakan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa perlahan tapi pasti terkikis sudah. Guru kini menjadi pahlawan yang memiliki jasa. Proses sertifikasi guru untuk para guru yang belum dikatakan professional akan terus dilaksanakan karena belum semua guru di Indonesia ini, professional. Tentunya diharapkan bahwa para guru yang belum disertifikasi juga dapat dikatakan professional.
Sampai pada titik ini ada beberapa persoalan yang mulai nampak Anggota Komisi X DPR RI Dedy Suwandi Gumelar (Miing) menilai kegiatan sertifikasi guru belum mencerminkan kualitas tenaga pendidik tersebut.ternyata masih banyak guru yang telah memiliki sertifikat guru professional juga kemampuannya masih relatif rendah bahkan tidak lebih baik dari yang belum sertifikasi (ANTARA News, 7 Januari 2010). Ada banyak alas an yang menguatkan pendapat ini yakni antara karena persyaratan untuk mengikuti sertifikasi masih belum baik di antaranya persyaratan portopolio. Untuk mengejar portopolio tersebut para guru berlomba-lomba mengikuti seminar, karena kegiatan itu (seminar) ditetapkan sebagai salah satu cari mendapatkan portopolio tersebut. Hemat penulis alasan berlomba mengikuti seminar nampaknya masuk di akal karena meskipun sepertinya dikarbit tetapi ada manfaatnya bahwa guru tersebut memperoleh sedikit penambahan wawasan baru. Mungkin perlu ditanya adalah apakah benar sertifikat seminar yang diperoleh untuk disertakan sebagai bukti portofolio itu adalah karena benar-benar mengikuti seminar? Itu urusan pribadi guru yang bersangkutan. Kenyataannya yang sudah sertifikasi sudah dikatakan professional dan yang belum sertifikasi berlomba-lombalah untuk mendapatkan sertifikat seminar untuk disertakan bila waktunya tiba untuk sertifikasi. Persoalan mendasar yang harus terus ditanyakan adalah mengapa setelah seorang guru dikatakan professional pun masih belum lebih professional dari pada yang belum professional bahkan daripada dirinya sendiri sebelum mendapatkan predikat professional?
Terlepas dari tutuntan administrasi yang harus dipenuhi oleh seorang guru sesuai dengan tugas pokoknya sebagai guru, seorang guru dikatakan professional kalau output didikannya benar-benar memiliki kompetensi tertentu bukan saja dari nilai yang tertera dalam ijazah yang diperoleh tetapi ‘kompetensi apa yang dapat dikembangkan ‘mantan’ siswa atau lebih kerennya alumni sekolah X di masyarakat atau kalau sudah bekerja di suatu perusahaan tidak hanya sebagai benalu di perusahaan tersebut. Kembali ke persoalannya, banyak guru tidak professional karena tidak konsisten dengan bidang ilmu yang dimilikinya. Profesinya sebagai guru belum atau bahkan tidak dihayati secara benar. Bagaimana seorang guru mau menghayati dan kemudian mengejawantahkan profesinya kalau berprinsip sertifikat guru sudah diperoleh alias sudah professional. Predikat professional nampaknya merupakan tujuan akhir untuk memperoleh tunjangan profesi sesuai dengan aturan dari pemerintah. Saatnya sudah tiba untuk mengurus bisnis yang lain karena sudah ada suntikan modal baru. Lalu kapan punya waktu untuk menyiapkan materi sebaik mungkin supaya dapat diberi kepada para siswa? Kapan waktunya untuk membaca bacaan-bacaan yang berguna untuk menambah wawasannya sebagai guru. Soalnya konsentrasinya lebih terbagi kepada bisnis lain yang tidak ada kaitan dengan tugasnya sebagai guru. Seorang guru yang professional semestinya juga professional dalam kehidupannya sebagai seorang intelektual yang nampak dari pembawaannya setiap hari yang suka akan hal-hal ilmiah terutama dalam kaitan dengan bidang ilmunya. Kompetensi siswa bukan hanya pada nilai yang dimiliki dalam ijazah tetapi juga pada bagaimana ia mencipta, dan menjalani kehidupannya dengan berani dan percaya diri di masyarakat di masa yang akan datang.
Untuk mencapai kondisi guru yang profesional, para guru harus menjadikan orientasi mutu dan profesionalisme guru sebagai etos kerja mereka dan menjadikannya sebagai landasan orientasi berperilaku dalam tugas-tugas profesinya. @@@

Drs. Stefan Sikone MM, Guru SMA Negeri 1 Tengaran, Mahasiswa Pasca Sarjana Komputer (S2) Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Tinggal di Salatiga dan Pengelola Pusat Penelitan (Puslit) Teknologi Informasi Verbum (Verbum Center for IT Research) Salatiga.





.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar