Laman

14 November 2007

SUNAN GESENG

SUNAN GESENG

Diceritakan kembali oleh Tri Mulyati, XII Bahasa

Sutawana adalah orang desa yang lugu, tetapi sangat tekun. Setiap hari ia mengambil nira dari pohon kelapa untuk dibuat gula merah. Biasanya satu tangkai bunga kepala dapat menghasilkan nira setengah “bumbung” (wadah yang terbuat dari potongan ruas bambu).

Supaya hasilnya banyak, ia selalu berdoa keras-keras berdoa keras-keras : “ya tapasku, Ya jarakku, Ya tapasku, Ya jarakku. Dengan izin Tuhan, bumbung yang dipasang pada tangkai bunga kelapa itu dapat berisi penuh. Hati Sutawana sangat gembira dan kebiasaan berdoa itu dilakukannya setiap memanjat pohon kelapa.

Pada suatu hari, ketika Sutawana sedang memajat pohon kelapa sambil berdoa keras-keras, suaranya didengar oleh orang tua berjubah putih yang lewat di tempat itu. Orang tua itu mendekati Sutawana. Kepada Sutawana, orang tua itu berkata bahwa bacaan doa tersebut seharusnya Ya fatakhu, Ya rozzaqu, Ya fatakhu, Ya rozzaku. Doa itu lalu dihafal dan dibaca oleh Sutawana setiap memanjat kelapa. Hasilnya sama, nira satu bumbung penuh.

Seperti biasa nira itu dibuat gula merah kemudian Sutawana bersama istrinya menjual gula merah tersebut ke pasar. Di tengah perjalanan menuju pasar, mereka beristirahat di tepi jalan karena lelah. Pada saat itu mereka sangat terkejut karena gula merahnya telah berubah menjadi bongkahan emas. Merekapun segera ke pasar menjual emas tersebut.

Akibat peristiwa ajaib itu, Sutawana berniat mencari orang berjubah putih. Ia ingin berguru kepadanya. Setelah bertemu, ternyata orang berjubah putih itu adalah Sunan Kalijaga.

Sutawana menyatakan niatnya ingin berguru di hadapan Sunan Kalijaga. Kemudian ia disuruh menjaga tongkat Sunan Kalijaga yang terbuat dari bambu ampel yang ditancapkan di tempat itu. Karena sibuk mengikuti kegiatan para wali di Demak, Kudus, Gresik, dan tempat wali lainnya, Sunan Kalijaga lupa pada tongkat yang ditunggui Sutawana sampai beberapa tahun. Akibatnya, tongkat yang berasal dari bambu itu tumbuh menjadi rumpun bambu yang lebat dan mengurung Sutawana.

Ketika Sunan Kalijaga teringat, beliau segera datang ke tempat itu. Sutawana dipanggilnya, tetapi tidak bisa keluar karena terkurung rumpun bambu ampel yang lebat. Untuk mengeluarkannya, Sunan Kalijaga membakar rumpun bambu itu sambil membaca doa. Bambu pun habis terbakar, tetapi tubuh dan pakaian Sutawana tetap utuh, hanya hangus terkena asap. Sejak saat itu Sutawana diterima sebagai murid Sunan Kalijaga. Oleh Sunan Kalijaga, ia diberi nama Sunan Geseng. Geseng adalah bahasa Jawa berarti ‘gosong atau hangus’.

Cerita ini sebagai tugas bahasa Indonesia dari guru Bahasa dan sastra Indonesia, Dra. Sri Martuti

JAKA KENDHIL

Tidak ada komentar:

Posting Komentar